FAKTATERDEPAN.ID, Pesawaran – Mantan Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona, akhirnya ikut diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Kamis (4/9/2025). Ia dimintai keterangan terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) senilai Rp8,2 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2022, yang kini berubah status jadi proyek gagal.
Sebelumnya, kasus ini sempat ditangani Kejari Pesawaran. Namun, lantaran aroma dugaan korupsi kian pekat, penanganannya resmi diambil alih Kejati Lampung. “Terkait perkara SPAM sudah diambil alih oleh Kejati Lampung,” tulis Kasi Pidsus Kejari Pesawaran, Arliansyah Adam.
Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, membenarkan pemeriksaan terhadap mantan bupati dua periode itu. “Benar ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Soal apanya menunggu info lagi,” singkat Ricky.
Proyek Rp8,2 Miliar Gagal Total
Proyek yang digadang-gadang mampu mengalirkan air bersih ke ribuan rumah justru tak pernah berfungsi. Warga Kedondong, Pasar Baru, Way Kepayang (Kecamatan Kedondong), hingga Kubu Batu (Kecamatan Way Khilau) yang dijanjikan 1.600 sambungan rumah (SR) hanya bisa gigit jari. Air bersih gratis yang dijanjikan tak pernah menetes ke keran rumah mereka.
Kejanggalan proyek makin terkuak. Meski berada di bawah kewenangan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), pelaksana teknis justru digeser ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Berdasarkan Sprindik Kepala Kejari Pesawaran Nomor: PRINT-07/L.8.21/Fd.1/06/2025, sejumlah pejabat sudah dipanggil. Kepala Dinas PUPR Pesawaran, Zainal Fikri, diperiksa penyidik Pidsus Kejati Lampung. Mantan Kadis Perkim, Firman Rusli, bahkan beberapa kali bolak-balik diperiksa di Kejari Pesawaran.
Mantan Kadis Perkim: “Akui Saja Kelalaian dan Kesalahan”
Firman Rusli tak menampik kalau Perkim punya peran penting di awal proyek. “Memang benar kala itu Perkim pegang peranan pada Proyek SPAM, dari melakukan perencanaan survey, ide, bahkan MOU. Tapi mendekati pelaksanaan, SK penerima berubah dialihkan ke PUPR, dan Perkim dicoret dari kegiatan. Mulai dari perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, sudah tidak ada lagi. Walaupun benar awalnya kami di tahun 2022, yang kemudian pindah ke PUPR, karena regulasi,” ungkap Firman.
Firman mengaku tahu kondisi lapangan langsung dari Kadis PUPR Zainal Fikri. Menurutnya, masalah utama ada pada kelalaian yang berujung pada saling lempar tanggung jawab. “Yang namanya kelalaian ataupun kesalahan itu ada konsekwensinya. Saya juga mengatakan jika saya tidak sanggup saya akan mundur. Diawali dengan mengakui adanya kelalaian dan kesalahan di sini, dan mengikuti analisa awal sebagai konsepnya. Jangan dulu menyelesaikan masalah jika kita belum tahu di mana kesalahannya,” tegasnya.
Firman pun menolak dicap biang kerok. “Mengenai saya dibilang biang kerok dalam hal ini, kita buktikan saja. Cukup dengan melihat realita yang ada. Akui saja kalau kita lalai dan salah. Cari solusi yang terbaik. Karena dalam hal ini ada pertanggungjawaban karena mengelola uang negara dan ada konsekwensinya. Enggak mungkinlah pekerjaan ini terbayarkan jika belum selesai dikerjakan,” tandasnya.
