FAKTATERDEPAN.ID, Bandar Lampung – Polda Lampung mengungkap temuan baru dalam penyidikan kasus kematian Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang meninggal usai mengikuti kegiatan pendidikan dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung, Kombes Indra Hermawan, mengatakan hasil penyidikan menunjukkan bahwa korban dalam perkara dugaan kekerasan ini tidak hanya satu orang.
“Korban dalam perkara ini tidak hanya satu orang, tapi ada beberapa korban lain yang juga mengalami kekerasan,” ungkap Indra dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Selasa (7/10/2025).
Indra menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan ibu almarhum Pratama, Wirnawani, yang diterima polisi pada 3 Juni 2025. Sejak laporan itu diterima, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 52 orang saksi, mulai dari pelapor, peserta diksar, panitia, alumni, hingga tenaga medis.
Sebagai penguat bukti, polisi juga telah melakukan ekshumasi jenazah pada 30 Juni 2025 dan olah tempat kejadian perkara (TKP) pada 2 September 2025.
“Hasil penyidikan lapangan dan bukti yang dikantongi, termasuk bukti surat, petunjuk, serta keterangan ahli, semakin menguatkan adanya dugaan tindakan kekerasan atau penganiayaan secara bersama-sama selama kegiatan diksar berlangsung,” jelas Indra.
Saat ini, Polda Lampung tengah memfokuskan proses penyidikan pada konfrontasi terhadap lima peserta diksar untuk memperjelas peran masing-masing dalam dugaan tindak kekerasan tersebut. Setelah konfrontasi selesai, penyidik akan meminta pendapat ahli pidana dan melakukan gelar perkara sebelum penetapan tersangka.
Indra menegaskan, penyidikan dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan keluarga korban, penasihat hukum, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Kementerian Hukum dan HAM.
Keluarga Korban Tunggu Penetapan Tersangka
Keluarga korban melalui kuasa hukumnya masih menantikan hasil penyidikan Ditreskrimum Polda Lampung.
Kombes Indra Hermawan memastikan penyidik telah melakukan berbagai langkah, termasuk olah TKP dan pemeriksaan saksi-saksi. “Kami masih menunggu hasil ekshumasi dan hasil pemeriksaan pendukung lainnya,” ujarnya.
Polisi menegaskan, penanganan kasus Diksar Mahepel FEB Unila masih berjalan dan dalam waktu dekat diharapkan sudah dapat dilakukan penetapan tersangka.
LPSK Beri Perlindungan Keluarga Korban
Kuasa hukum keluarga korban dari LBH Sungkai Bunga Mayang (SBM), Icen Amsterly, mengungkapkan bahwa LPSK telah memberikan perlindungan kepada keluarga Pratama Wijaya Kusuma.
“Surat perlindungan oleh LPSK telah diterima pada 12 September 2025. Dengan demikian resmi ibu dari Pratama Wijaya Kusuma, Wirnawani, beserta keluarga lainnya mendapatkan perlindungan dari LPSK,” ujar Icen.
Menurutnya, pendampingan LPSK sangat penting karena keluarga korban dan rekan-rekan Pratama sesama peserta diksar mengaku merasa terancam dan mengalami intervensi dari sejumlah pihak. “Dari hasil survei LPSK juga, para korban dinyatakan berhak untuk dilindungi,” tambahnya.
Dugaan Intimidasi terhadap Peserta Diksar
Sebelumnya, salah satu peserta Diksar Mahepel FEB Unila, Muhammad Arnando Al Faaris, mengaku mengalami intimidasi dan tekanan dari senior serta pihak kampus setelah mencoba melaporkan kekerasan yang terjadi selama kegiatan diksar.
“Saya berusaha melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh kakak tingkat di Mahepel. Saya sendiri mengalami dan mengharapkan keadilan, tapi malah mendapat tekanan,” kata Faaris, yang kini didampingi kuasa hukumnya, Yosef Friadi dari kantor hukum Azizi Lawfirm, Senin (9/6/2025).
Faaris juga menyebut sempat mendapat ancaman dari pihak Dekanat FEB Unila dan dicap sebagai pembuat masalah karena berani membuka dugaan kekerasan tersebut.
Polda Lampung memastikan akan menindaklanjuti seluruh laporan yang berkaitan dengan dugaan kekerasan dalam kegiatan Diksar Mahepel FEB Unila, serta menjamin proses hukum berjalan tanpa intervensi.
